Beranda | Artikel
Safar Bagian dari Adzab
Senin, 9 Juli 2012

Betapa pun majunya teknologi, pasti namanya safar atau melakukan perjalanan jauh akan terasa sulit. Safar ini disebut bagian dari adzab (siksa). Karena orang yang menjalani safar akan sulit makan-minum dan tidur. Bahkan segala yang dicintai sementara akan ditinggalkan.

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ ، يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ

Safar adalah bagian dari adzab (siksa). Ketika safar salah seorang dari kalian akan sulit makan, minum dan tidur. Jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya.” (HR. Bukhari no. 1804 dan Muslim no. 1927).

Beberapa pelajaran dari hadits di atas:

– Yang dimaksud adzab dalam hadits di atas adalah rasa sakit yang timbul dari kesulitan yang dihadapi ketika berkendaraan dan berjalan sampai harus meninggalkan hal-hal yang disukai. (Fathul Bari, Ibnu Hajar)

– Disebutkan bahwa seorang musafir akan sulit makan, minum dan tidur. Tiga hal ini adalah tiga rukun kehidupan di mana ketika safar akan terasa sulit dan capek dan inilah siksa yang dirasakan. (Syarh Al Bukhari, Ibnu Batthol)

– Anjuran untuk bersegera kembali dari safar kepada keluarganya ketika urusan safarnya telah selesai. (Syarh Al Bukhari, Ibnu Batthol)

– Solusi agar terlepas dari kesulitan tersebut adalah segera kembali dari safar. Sebagaimana ada riwayat dari Ibnu ‘Umar yang dikeluarkan oleh Ibnu ‘Adi,

وَأَنَّهُ لَيْسَ لَهُ دَوَاء إِلَّا سُرْعَة السَّيْر

Tidak ada obat (solusi) dari sulitnya safat selain mempercepat dalam melakukan perjalanan (pulang).” (Fathul Bari, Ibnu Hajar)

– Hadits ini mengandung pelajaran bahwa berpisah jauh dari keluarga tidaklah mengenakkan jika safar yang dilakukan bukan hajat yang penting. (Fathul Bari, Ibnu Hajar)

– Hadits ini memerintahkan untuk bersegera kembali pada keluarga lebih-lebih jika khawatir bisa melalaikan keluarga jika pergi jauh. Karena sekali lagi berada di samping keluarga lebih menjaga kemaslahatan agama dan dunia. Begitu pula menetap di suatu tempat akan menguatkan jama’ah dan menguatkan dalam beribadah. (Fathul Bari, Ibnu Hajar)

– Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits Ibnu ‘Umar yang marfu’ (sampai pada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-),

سَافِرُوا تَصِحُّوا

Bersafarlah, maka kalian akan sehat.” Dikatakan tidak bertentangan karena sehat tidak selamanya harus dengan bersafar. (Fathul Bari, Ibnu Hajar)

– Al Khottobi berdalil bahwa untuk menyiksa orang yang telah berbuat zina adalah mengasingkan dirinya, artinya memerintahkan dia pergi jauh dan ini tentu bagian dari siksa. Sebagaimana safar adalah bagian dari siksa (adzab). (Fathul Bari, Ibnu Hajar)

– Imam Al Haromain pernah ditanya, “Kenapa safar dikatakan bagian dari adzab?” Beliau segera menjawab,

لِأَنَّ فِيهِ فِرَاق الْأَحْبَاب

Karena safar akan meninggalkan segala yang dicintai.” (Fathul Bari, Ibnu Hajar)

Benar juga kata Imam Al Haromain. Semuanya suka akan nikmatnya makan-minum dan tidur, juga senang berada di sisi keluarga, istri dan anak tercinta. Ketika bersafar, maka kenikmatan tersebut sementara akan hilang. Itulah bagian dari adzab (siksa).

Agar setiap safar kita menjadi mudah dan penuh berkah, jangan lupakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang satu ini.

Jika sudah berada di atas kendaraan untuk melakukan perjalanan, hendaklah mengucapkan, “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.” Setelah itu membaca,

سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna  lahu muqrinin. Wa inna ila robbina lamun-qolibuun. Allahumma innaa nas’aluka fii safarinaa hadza al birro wat taqwa wa minal ‘amali ma tardho. Allahumma hawwin ‘alainaa safaronaa hadza, wathwi ‘anna bu’dahu. Allahumma antash shoohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli.” (Mahasuci Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini, padahal kami sebelumnya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya, dan sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, taqwa dan amal yang Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini, dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkau adalah rekan dalam perjalanan dan pengganti di tengah keluarga. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesukaran perjalanan, tempat kembali yang menyedihkan, dan pemandangan yang buruk pada harta dan keluarga) (HR. Muslim no. 1342).

Wallahu waliyyut taufiq.

 

Baca artikel Tips Safar Penuh Berkah: Tips Persiapan Safar.

 

@ Ummul Hamam, KSA, 19 Sya’ban 1433 H (17 hours before journey to Jogja)

www.rumaysho.com


Artikel asli: https://rumaysho.com/2671-safar-bagian-dari-adzab.html